Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus
meningkat seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia akan energi. Tentu saja
energi menjadi isu sangat penting dalam setiap pembahasan wawasan visioner
karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Masalah kemudian timbul karena energi
banyak dihasilkan dari berbagai bahan bakar yang tersedia di setiap lapisan
kulit bumi, seperti minyak bumi. Akan tetapi persediaan sumber energi semakin
menipis karena merupakan suatu sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui.
Sehingga diperlukan suatu langkah nyata untuk segera melakukan pengalihan penggunaan
minyak bumi dengan energi yang lebih ramah lingkungan dan bisa diperbaharui seperti
bioetanol, biofuel atau biodiesel. Lebih tepat kita menggambarkan pengalihan
ini menjadi bioenergi.
Sumber utama dari bioenergi ini umumnya adalah
minyak yang dihasilkan dari tumbuhan atau senyawa-senyawa kimia dari tanaman
atau sisa tanaman yang bisa diolah lebih lanjut menjadi sumber energi melalui
beberapa proses fisika-kimia. Kita sebut saja bioetanol, biofuel, ataupun
biodiesel yang bisa didapatkan dari bahan dasar selulosa. Uniknya, hampir semua
jenis tanaman di muka bumi ini mengandung selulosa sebagai bahan utama
penyusunnya. Sehingga manusia memang disediakan kemudahan dalam prosesnya untuk
menghasilkan energi. Akan lebih mudah jika selulosa dari berbagai jenis
tumbuhan ini diolah menjadi suatu sumber energi dasar yang khusus diciptakan untuk
memudahkan proses kelanjutan dari penciptaan energi. Sederhananya diperlukan
suatu selulosa instan agar pengolahan lebih lanjutnya menjadi lebih efektif dan
efisien dari sisi sumber daya waktu dan biaya.
Selulosa adalah senyawa
seperti serabut, tidak larut dalam air dan ditemukan di dalam dinding sel
pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang dan dahan. Selulosa tidak
hanya merupakan polisakarida struktural ekstraseluler yang paling banyak
dijumpai pada tumbuhan, tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak
diantara semua biomolekul pada tumbuhan atau hewan. Struktur selulosa berupa linier
tidak bercabang yang merupakan monopolisakarida dengan 10.000 atau lebih unit
D-Glukosa yang dihubungkan ikatan glikosida. Senyawa ini kelihatan seperti amilosa,
tetapi pada selulosa ikatan 1 berada dalam konfigurasi . Sedangkan pada
amilosa, ikatan 1 berada pada konfigurasi . Karena ikatan nya, rantai
D-Glukosa pada selulosa membentuk konformasi yang melebar dan mengalami
pengelompokan antar sisi menjadi serat yang tidak larut.
Gambar Struktur bangun selulosa
(Spano, 1976).
Salah satu hal yang mungkin dilakukan dan sudah
banyak dibahas oleh para ahli adalah menciptakan cellulose chip atau
chip selulosa. Istilah ini diambil teknologi komputer, dimana Chip adalah suatu benda yang berbentuk tipis dan kecil. Chip dibentuk sebagai pertimbangan keefisienan berat, tempat
juga keefisienan dalam biaya produksi. Pada umumnya tahap pertama proses pembuatan chip adalah
pencetakan ekstrak kental menggunakan mesin pencetak kemudian dikeringkan. Selanjutnya,
hasil pencetakkan diseragamkan bentuk dan ukurannya (Anonimous1, 2008).
Keuntungan paling umum yang dapat dipetik dari teknologi ini adalah produk
selulosa yang awet dan tahan lama, siap pakai, dan tingkat kemurnian selulosa
yang tinggi. Sehingga proses “chipsisasi” selulosa bisa menjadi tawaran alternative
untuk mengembangkan system energy yang berkelanjutan.
Proses pertama dalam pembuatan cellulose chip adalah pemisahan lignin
dari selulosa. Lignin paling mudah umumnya dapat dipisahkan menggunaka suatu
basa kuat, misalnya NaOH dalam konsentrasi pekat. Cara lain yang dapat
digunakan untuk memisahkan lignin adalah dengan mengggunakan suatu enzim delignifikasi
yang dikenal sebagai laccase dari suatu kultur cendawan berfilamen Pycnoporus cinnabarinus. Di alam, beberapa fungi mengeluarkan enzim yang dapat
mendegradasi lignin sehingga mereka dapat mencapai selulosa yang merupakan
sumber nutrisi yang lebih berguna bagi pertumbuhannya. Fungi yang mampu
mendegradasi lignin antara lain Trametes versicolor,
Ceroporiopsis subvermispora, Phanerochaeta chrysosporium. Fungi-fungi ini
tergolong dalam kelompok white rot fungi.
Selain itu, beberapa mikrofungi juga mempunyai kemampuan untuk mendegradasi
lignin, misalnya Fusarium solani dan Rhodococcus erytropis. Enzim-enzim yang berperan
dalam degradasi lignin, dikenal sebagai ligninolitik enzim. Di antara
enzim-enzim ligninolitik, yang paling kuat adalah lignin peroksidase ( LiP ).
Enzim ini tidak hanya bekerja
menguraikan gugus fenolik pada lignin tetapi juga menguraikan gugus non fenolik
(Cadisch,
1997). Pada lignin gugus non
fenolik jumlahnya lebih banyak daripada gugus fenolik, sehingga fungi yang
memiliki enzim ini, misalnya P.
chrysosporium, dapat menguraikan lignin lebih baik. Proses degradasi lignin
dengan enzim LiP ini melalui suatu reaksi oksidasi.. Enzim ligninolitik yang
lebih umum ditemui adalah mangan peroksidase ( MnP ) dan lacase (Cadisch, 1997). Kedua enzim ini mengoksidasi gugus
fenol menjadi gugus fenoksil radikal. Aryl
alcohol oksidase merupakan jenis enzim ligninolitik yang lain. Enzim ini
mengubah aromatik alkohol menjadi aldehid, selain itu juga menghasilkan H2O2
yang dapat menunjang reaksi oksidasi yang dilakukan oleh lignin peroksidase dan
mangan peroksidase (Kirk, Farrel, 1987). Selain enzim dan fungi yang dapat mendegradasi lignin terdapat beberapa
jenis mikroba yang dapat melakukan hal tersebut. Jenis – jenis mikroba tersebut
disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel Beberapa Jenis Mikroba Pendegradasi lignin (Kirk, 1987)
Klasifikasi mikroba
|
Contoh
|
Actinomycetes
|
Bakteri
tanah (Soil Bacteria)
(Nocardia, Sdtyremptomyces)
|
Fungi Imperfecti
|
Jamur
tanah (Soil fungi)
(Fusarium)
Jamur
batang lunak (Soft-rot)
(Populaspora)
|
Ascomycetes
|
Jamur
batang lunak
(Chaetumium)
Pseudo Soft rot
fungi
(Hypoxylon, Xylaria)
|
Basidiomycetes
|
Litter-degrading
(Collybia,Mycena)
Jamur
Pelapuk putih (white rot fungi)
(Coriolus, Phanerochaete,
Poria)
Jamur
Pelapuk Coklat (Brown rot fungi)
(Gloeophyllum,
Poria)
|
Dalam proses pemisahan lignin sebaiknya menggunakan jamur basidiomisetes. Karena jamur basidiomisetes merupakan kelompok
utama pendegradasi lignoselulosa. Walaupun beberapa bakteri diketahui dapat
mendegradasi lignin, tetapi bakteri yang mampu mendegradasi lignin secara
kompleks belum pernah dilaporkan. Jamur pembusuk kayu menghasilkan enzim-enzim
pendegradasi lignoselulosa seperti golongan selulase, ligninase, dan hemiselulase
(Green dan Highley, 1997).
Evans et al. (1994) menyatakan bahwa kelompok
peroksidase (lignin peroksidase [LiP] dan manganese peroksidase [MnP]) yang
menggunakan H2O2 dan laccase (polifenol oksidase) yang
menggunakan molekul oksigen berperan dalam degradasi lignin. Gambar 6 menunjukkan seri oksidasi lignin atau hidrokarbon
poliaromatik (PAH). Radikal alkohol veratril (VA+) yang dihasilkan adalah sebagai
produk utama oksidasi H2O2 yang dikatalisis oleh LiP.
Gambar
Oksidasi Lignin atau PAH yang Diperantarai oleh Alkohol Veratril (VA) (Harvey et
al. 1992)
Langkah selanjutnya adalah pemisahan
selulosa dan hemiselulosa. Pemisahan selulosa dapat
dilakukan dengan cara hidrolisis melalui prosedur HoloselulosaTappi Standard
Tgm (Useful method 249, ASTM Standard D 1104 dan Sll) atau penentuan
selulosa Cross dan Sevan dan selulosa Kursner. Bagian dari selulosa yang tahan dan
tidak larut oleh larutan basa kuat disebut α -cellulose. Bagian yang terlarut tetapi
dapat mengendap apabila ekstrak dinetralkan dikenal sebagai β-selulosa (Betha Cellulosa). Bagian yang mengendap dalam larutan walaupun sudah
dinetralkan dikenal sebagai γ-selulosa. Kemurnian selulosa sering dinyatakan melaui parameter α-selulosa. Biasanya semakin tinggi kadar α-selulosa, maka semakin baik mutu
bahannya. (Tarmansyah, 2008).
Langkah terakhir dalam proses ini adalah
proses pembuatan chip. Sebelum melakukan proses pembuatan chip, dilakukan ektraksi dari tanaman
sumber selulosa. Ekstraksi merupakan proses penyarian dengan penarikan zat-zat
yang mengandung selulosa dari tanaman. Pada tahap ini, bahan baku yang
digunakan adalah pati tanaman berupa bubur dengan kadar air yang tinggi. Untuk
mendapatkan ekstrak kental maka dilakukan proses evaporasi. Dalam proses evaporasi,
ekstrak yang masih mengandung banyak air dipanaskan pada temperatur kurang dari
200 oC, menurut Minowa, et. al. (1998), apabila dipanaskan
sampai lebih dari temperatur tersebut selulosa akan terdekomposisi.
Setelah
mendapatkan ekstra kental berupa bubur, ekstrak tersebut dapat dicetak dengan
dua cara yaitu dengan alat pencetakan tahu dan loyang sesuai bentuk yang
diinginkan. Disarankan cetakan yang digunakan memiliki ketebalan kurang lebih
0,5 cm. Cara yang lebih efektif pada
proses pencetakan adalah menggunakan cetakan tahu karena selain menghasilkan
padatan yang lebih baik, waktu yang dibutuhkan untuk proses pembuatan relatif
lebih singkat karena cetakan tersebut dapat memuat ekstrak kental yang lebih
banyak. Sebelum melakukan tahap pengeringan ekstrak yang telah dicetak
dipotong-potong terlebih dahulu sesuai keinginan.
Pada proses pengeringan, ekstrak yang sudah dicetak
dimasukkan ke dalam oven atau dikeringkan menggunakan energi cahaya matahari
dengan cara menjemur, sampai akhirnya bahan tersebut menjadi lebih keras dan
kering. Hasil akhir dari
rangkaian proses inilah yang disebut cellulose chip.
Acuan
Cadisch G., 1997, Fungal
Degradation of Lignin In : Driven by
Nature Plant Litter Quality and Decomposition, hal 34 – 41, Hammel
K.E., CAB international, Madison
Harvey, P.J.,
R. Floris, T. Lundell, J. Palmer, H.E. Schoemarker, and R. Wever, 1992, Catalytic mechanisms and regulation of
lignin peroksidase, Biochem,
Society Transact, 20: 345-349.
Kirk, T., R. L. Farrel, 1987, “Deligninfication
by Wood Decay Fungi”, Marcel
Dekker.
Minowa, T., Z. Fang, T. Ogi, and G. Varhegyi,
1998, Decomposition of Cellulose and Glucose in Hot-Compressed Water under
Catalyst-Free Conditions, J. Chem. Eng. Japan, 31, 131-134
Spano,
L., 1976, Enzymatic Hydrolisis of
Cellulosic Waste to Fermentable Sugar and The production of Alcohol, United
State Army, Natick Research and Development Massachusetts, pp.1-27
Tarmansyah,
Umar, S., 2008, Pemanfaatan Serat Rami
untuk Pembuatan Selulosa diakses dari http://buletinlitbang.dephan.go.id
diakses tanggal 20
Maret 2008
0 comments:
Post a Comment
Blog ini Berisi Sharing & Caring Tentang Ilmu Pengetahuan